Bima, SentralNTB. Id -Kapolres Bima, AKBP Eko Sutomo S.I.K, M.I.K., menghimbau kepada semua elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa atau demonstrasi agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta hal-hal yang dapat merugikan kepentingan publik yang lebih luas.
Polri sendiri, lanjutnya, sangat menghormati hak penyampaian pendapat di muka umum.
“Karena menyampaikan pendapat merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. Itu tertuang dalam Pasal kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, F ” Ujar Kapolres Bima.
Hanya saja, terangnya, Pasal tentang kebebasan berpendapat ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, sehingga memiliki tata cara dalam aplikasinya di lapangan.
“Seperti tertuang dalam pasal 6 itu harus menjaga ketertiban dan ketentraman umum, dan dilarang melakukan upaya penutupan jalan yang berakibat terganggunya aktivitas,” urainya lagi.
Lebih jauh Kapolres Bima, mengingatkan Tata cara lain yang tak kalah pentingnya adalah kewajiban pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
“Nanti di surat pemberitahuan demonstrasi ini harus memuat maksud dan tujuan; tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan, dan/atau jumlah peserta.” Paparnya.
Sementara kehadiran Polri pada saat berlangsungnya unjuk rasa atau demonstrasi semata-mata dalam menjalankan tugas pengamanan. Termasuk memberikan pengamanan terhadap massa yang berunjuk dari pihak-pihak yang mencoba menghalang-halangi hak mereka dalam menyampaikan pendapat.
Jadi, lanjutnya, kehadiran Polri di tengah berlangsungnya unjuk rasa bukan untuk membungkam atau menghalang-halangi, melainkan untuk mengawal dan mengamankan.
Karena, terangnya, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.
“Tapi sekali lagi, sepanjang penyampaian pendapat yang dimaksud itu memenuhi ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998,” tukas Kapolres Bima.
Sehingga, imbuhnya, ketika unjuk rasa itu sudah mengarah kepada tindak pelanggaran terhadap UU dimaksud, maka pihak Polri sebagaimana tugasnya, akan mengambil serangkaian tindakan dalam upayanya menegakkan hukum yang dalam penerapannya dilakukan secara humanis, terukur dan terarah.
Diantaranya lewat himbauan berulang-ulang, dan upaya negosiasi agar massa unjuk rasa tidak melakukan aksi yang melanggar UU, semisal melakukan blokir jalan.
Dan manakala upaya himbauan dan negosiasi itu tidak diindahkan, maka Polri akan melakukan penindakan hukum secara humanis, terukur, dan terarah.
Sebagaimana yang dilakukan oleh pihak Polres Bima bersama Polsek jajarannya saat melakukan pengawalan dan pengamanan aksi deminstrasi di Kecamatan Bolo dan Madapangga pada Kamis (18/03/24) lalu yang berujung pada pemblokiran jalan oleh massa aksi di empat titik tersebut.
“Intinya, Polri tidak melarang unjuk rasa, tapi melarang blokir jalan dan tindakan melanggar hukum lainnya pada saat melakukan unjuk rasa,” tandas Kapolres Bima.
Menurutnya, sangat disayangkan apabila niat unjuk rasa yang dimaksudkan untuk meraih simpati masyarakat, malah memantik keresahan masyarakat, akibat adanya aksi blokir jalan. Terlebih lagi jika mengingat hukuman pidana yang menanti.
“Karena penutupan atau pemblokiran jalan yang dilakukan dengan sengaja tanpa izin menggunakan batu, pohon, ban bekas maupun benda lain, dapat dikenai pidana dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, maupun denda sebagaimana Pasal 192 ayat (1) KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 192 ayat (2) diancam dengan 15 tahun penjara.” Urai Kapolres Bima.
Ada lagi Pasal 63 Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000. (Satu setengah Miliar Rupiah), dan UU No 22 tahun 2009 Pasal 274 ayat (1) bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan atau gangguan fungsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 Tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000.(Dua Puluh Empat Juta Rupiah).,(01"RED).
COMMENTS